topbella

Sabtu, 01 Oktober 2011

Pakaian Tradisional Korea

Hanbok (Korea Selatan) atau Chosŏn-ot (Korea Utara) adalah pakaian tradisional  masyarakat Korea. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis  yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti “pakaian  orang Korea”, hanbok pada saat ini mengacu pada “pakaian gaya Dinasti Joseon” yang  biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional. Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji (celana) dan  chima (rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman Tiga  Kerajaanlah pakaian sejenis ini mulai berkembang. Lukisan pada situs makam Goguryeo  menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang  ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak  berubah sampai saat ini.
Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok  berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana  panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di  pinggang.
Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok (Dinasti Tang) diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut Gwanbok, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.
Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang. Namun pada akhir abad ke-19, Daewon-gun memperkenalkan Magoja, jaket bergaya Manchu yang sering dipakai hingga saat ini.
Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori.
Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas bagus karena tidak sanggup membelinya.
Umumnya dahulu kaum laki-laki dewasa mengenakan durumagi (semacam jaket panjang) saat keluar rumah.
Baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai atas kepala sangtu, sedangkan wanita mengkonde sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang. Wanita berkedudukan sosial tinggi seperti kisaeng, memakai aksesori wig yang disebut Gache. Gache sempat dilarang di istana pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-19, gache semakin populer di antara kaum wanita dengan bentuk yang semakin besar dan berat. Jokduri, jenis gache yang lebih kecil.
Tusuk konde binyeo, ditusukkan melewati konde rambut sebagai penguat atau aksesori. Bahan pembuatan binyeo bervariasi sesuai kedudukan sosial pemakainya. Wnita juga mengenakan jokduri pada hari pernikahan mereka dan memakai ayam untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin.
ring=1

0 komentar:

Posting Komentar